Monday, November 21, 2016

Sistem Pemerintahan Norwegia

NORWEGIA


Norwegia adalah negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Parlemennya, Stortinget, memiliki 169 anggota (sebelumnya 165, kemudian ditambah 4 orang pada tanggal 12 September 2005) yang dipilih untuk masa jabatan 4 tahun. Parlemen ini terbagi dua dalam voting legislasi, Odelsting dan Lagting. Kecuali untuk beberapa hal, Storting berfungsi sebagai parlemen unikameral.

Raja adalah kepala negara, tetapi kekuasaan eksekutif dilakukan melalui suatu kabinet, Dewan Negara, dipimpin oleh seorang perdana menteri. Meski demikian, Dewan Negara ditunjuk oleh raja, harus disetujui oleh Storting (parlemen, atau legislatif). Storting dipilih oleh rakyat setiap empat tahun. Setelah pemilihan, ia membagi diri menjadi dua kamar. Seperempat dari anggotanya membentuk Lagting; sisanya membentuk Odelsting. Jika dua kamar ini tidak setuju pada undang-undang, dua pertiga mayoritas Storting diperlukan untuk pengesahan UU tersebut.

Norwegia menghapus lembaga senat, untuk seterusnya memberlakukan sistem perwakilan satu kamar. Amandemen ini akan berlaku mulai Oktober 2009. Demikian keputusan parlemen Norwegia (20/2/2007) terkait amandemen konstitusi mengenai sistem perwakilan rakyat di negeri itu. Selama ini parlemen Norwegia yang disebut Storting mengenal dua kamar, yakni Lagting (DPD/senat) dan Odelsting (DPR/parlemen). Setelah senat dihapuskan, selanjutnya untuk setiap pengesahan RUU menjadi UU, parlemen akan bersidang dan melakukan pengambilan suara dalam dua tahapan dengan masa sela minimal 3 hari. Amandemen itu dilakukan setelah kajian yang menyimpulkan bahwa peran senat hanya sekadar seremonial saja. Menurut de Volkskrant mengutip ANP, Rabu (21/2/2007), selain menghapuskan lembaga senat, para wakil rakyat Norwegia melalui amandemen itu juga menambahkan beberapa paragraf dalam konstitusi yang mengatur bahwa seorang menteri wajib mundur jika dia kehilangan kepercayaan dari parlemen. Butir ini sebenarnya sudah menjadi semacam konvensi di Norwegia sejak 1884, namun baru kali ini diadopsi dan dipertegas secara tertulis dalam konstitusi.



Sistem Peradilan

Hukum sipil adalah sistem hukum yang diilhami dari hukum Romawi dengan ciri ditulis dalam suatu kumpulan, dikodifikasi, dan tidak dibuat oleh hakim.[1]

Secara konseptual, sistem ini merupakan sekumpulan gagasan dan sistem hukum yang berasal dari Codex Yustinianus, namun juga banyak dipengaruhi oleh hukum Jermanik Awal, gereja, feudal, praktik lokal,[2] serta kecenderungan doktrinal seperti hukum alam, kodifikasi, dan positivisme hukum.

Hukum sipil bersifat abstrak. Asas-asas umum dirumuskan, dan perbedaan antara hukum substantif dengan prosedural ditekankan.[3] Dalam sistem ini legislasi dipandang sebagai sumber hukum utama, dan sistem pengadilannya biasanya tidak terikat dengan pendahulu (stare decisis) dan terdiri dari petugas-petugas yudisial terlatih dengan kekuasaan penafsiran hukum yang terbatas.

Prinsip hukum sipil adalah menyediakan kumpulan hukum yang tertulis dan dapat diakses kepada semua penduduk. Sistem ini merupakan sistem hukum yang paling banyak digunakan di dunia, kurang lebih di sekitar 150 negara.[4] Penjajahan menyebabkan penyebaran hukum sipil yang akhirnya diterima di Amerika Latin serta sebagian Asia dan Afrika.[5]

Sumber hukum utama dalam sistem ini adalah undang-undang yang merupakan kumpulan pasal-pasal sistematis yang saling berhubungan yang disusun berdasarkan subjek[6] dan yang menjelaskan asas-asas hukum, hak, kewajiban, dan mekanisme hukum dasar. Undang-undang biasanya dibuat oleh legislatif

No comments:

Post a Comment